Entri Populer

Minggu, 23 Mei 2010

JEJAK SEJARAH KESULTANAN BULUNGAN DI JAKARTA.


Pernah kawan mendengar kawasan Bulungan di Jakarta? mungkin saja sebagian orang akan mengatakan ya kami tahu itu. Siapa sih yang ga' kenal kawasan Bulungan, disana ada Gelanggang Remaja Bulungan, ada sekolah SMU 70 Bulungan yang terkenal dan tentu saja tidak ketinggalan Plasa Blok M Jakarta Selatan.

Tapi pernah kah kita bertanya ko’ bisa ya ada nama kawasan Bulungan di Jakarta? berbicara tentang sejarah nama kawasan Bulungan di Jakarta nampaknya tidak lepas pula dari sejarah Kesultanan Bulungan. Sebagian orang mungkin akan bertanya “Ah masa memangnya apa hubungannya Kawasan Bulungan di Jakarta dengan Kesultanan Bulungan di utara Kaltim?” ya mungkin itulah yang disebut penulis Davinci Code, Dan Brown, bahwa tidak ada yang kebetulan dari dunia ini, semunya saling terhubung antara satu dan lainnya, walupun kadang dipermukaan itu tidak terlihat sama sekali.

Berbicara mengenai potongan jejak-jejak sejarah Kesultanan Bulungan di Batavia atau Jakarta untuk saat ini, terangkum sangat apik diceritakan oleh Datuk Iskandar Zulkarnaen dalam sebuah Roman Sejarah berjudul “Hikayat Datoe Lancang (dan) Putri Kayan”

Setidaknya ada dua peristiwa penting yang menghubungkan keberadaan komunitas dan sejarah Kesultanan Bulungan yang berhubungan dengan Batavia dimasa lampau.
Peristiwa pertama dimulai dari sengketa pengelolaan minyak di Tarakan, saat itu Sultan Kasimuddin yang bergelar Sultan Maulana Muhammad Kasim Al-Din (1901-1925) berkedudukan di Istana Darul Aman, Tanjung Palas, merasa keberatan dengan sikap Gubernur Jendral di Batavia karena tidak menyerahkan royalti dari hasil pembagian pengelolaan minyak di Tarakan yang saat itu menjadi bagian dari Kesultanan Bulungan. minyak di Tarakan sendiri dikelola oleh NV BPM ( Naamlose Vennotschaaf Bataafsche Petroeleum Maatschapij), minyak di Tarakan saat memang terkenal dengan kualitas terbaik alias World Purest Oil, hal ini dapat di ketahui pada Amsterdam Effectenblad tahun 1932 yang berkomentar “ … Kwaliteit minjak boemi di Tarakan tjoekoep baik, bisa dikasi masuk dalam tank (maksudnya tangki minyak) dengan begitu saja”. Menurut catatan pihak sekutu, sebelum perang dunia kedua, Tarakan menghasilkan 6 juta barel minyak setiap tahunnya.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh Sultan Kasimuddin untuk menagih pembayaran royalty pengelolaan minyak tersebut, namun dengan berbagai siasat Gubernur Jendral Belanda tidak memberikannya. Siapa gubernur Jendral Belanda itu? tidak ada yang mengetahui secara jelas, sebab dalam buku tersebut memang tidak dicantumkan nama beliau. Namun diperkirakan hal itu terjadi diantara masa pemerintahan A.F.W. Idenburg (1909-1916 ), J.P. Graaf van Limburg Stirum (1916-1921), hingga D. Fock (1921-1926).

Karena merasa usahanya melalui Gubernur Jendral tidak berhasil, Sultan Kasimuddin melakukan upaya hukum dan menemui Ratu Wihelmina untuk membicarakan permasalahan tersebut, sebab royalti minyak tersebut tidak dibayar kepada Kesultanan Bulungan selama 11 tahun sejak 1912. melalui proses yang alot, Sultan kemudian berhasil memenagkan gugatan tersebut dipengadilan Belanda pada tahun 1923.

Sepulangnya dari Belanda, Sultan Kasimuddin sempat singgah di Batavia selama beberapa bulan, ternyata Sultan terpikat dengan salah seorang putri bupati berdarah Jawa, R. A. Fatimah dan sempat melangsungkan perkawinan di Batavia. Peristiwa perkawinan dan menetapnya Sultan Kasimuddin di Batavia itu, diperkirakan melahirkan nama Bulungan karena Sultan Kasimuddin juga membeli tanah di Batavia.

Peristiwa kedua pernikahan akbar dari putra Sultan Kasimuddin, yaitu Datuk Achmad Sulaiman yang kelak dikenal dengan Sultan Achmad Sulaiman, beliau saat itu mengenyam pendidikan di Hooge Bestuur Shool (HBS), semacam sekolah pemerintahan di Sumatra. Datuk Acmad Sulaiman menikah dengan putri Sultan Langkat, Tengku Lailan Syafinah binti al-Marhum Sultan ‘Abdu’l ‘Aziz ‘Abdul jalil Rahmad. Sultan Ahkmad Sulaiman dikenal oleh rakyat Kesultanan Langkat dengan nama H. H Sri Sultan Maulana Ahmad Sulaiman Ud-din.

Pernikahan ini konon disebut salah satu pernikahan yang besar dalam sejarah kesultanan Bulungan. Sultan Kasimuddin kemudian menitahkan kepada kerabat keraton untuk merayakan pernikahan itu di istana Kesultanan Langkat. sekitar 300 pemuda berdarah Bulungan dan Tidung berangkat menuju Sumatra. Karena suatu sebab rombongan sempat singgah di Batavia sekitar tiga bulan lamanya, rombongan tersebut kemudian berdiam di suatu kawasan di Batavia, yang oleh penduduk setempat kemudian disebut Kampung Bulungan.

Berdasarkan dua peristiwa bersejarah tersebut, diperkirakan asal mula mengapa nama Bulungan terkenal di Batavia atau sekarang dikenal dengan kota Jakarta tersebut. inilah jejak-jejak sejarah Kesultanan bulungan yang terkadang terlupakan oleh zaman.

Sumber:
Iskandar Zulkarnaen, Datuk. 2008. “Hikayat Datoe Lancang dan Putri Kayan”. Cet-1. Samarinda : Pustaka Spirit.
Sentosa, Iwan. 2003. “Tarakan Pearl Harbor Indonesia 1942-1945”. Cet-1 Maret 2005 PT Primamedia Pustaka