Entri Populer

Jumat, 16 Juli 2010

BOMBARDIR TARAKAN!


Berbicara mengenai perang pasifik dan ketangan Jepang di Indonesia, nampaknya tak lengkap bila kita tidak membicarakan kisah kota Tarakan. ya kota yang terletak di wilayah Kesultanan Bulungan ini memang terdapat banyak sekali peninggalan-peninggalan penting situs perang fasifik, ini tidak lain karena di tarakan terdapat kandungan minyak yang dahulu sempat mendapatkan peringkat “World Purest Oil “.

Mungkin tidak banyak dari kita yang tahu, kota jasa dan perdagangan di utara Kalimantan timur ini pernah beberapa kali hancur dan kemudian dibangun kembali.

Kehancuran pertama kota Tarakan, dimulai pada saat serangan mendadak 20.000 tentara Jepang terdiri dari kekuatan gabungan dari Nihon Rikugun (AL) dan Teikoku Kaigun (AD) bergerak dari pulau Davou, Filipina dengan kekuatan dua kapal penjelajah berat (heavi Criuser), delapan kapal perusak (destroyer) di tambah iringan kapal pengangkut pasukan mendekati Tarakan, ditambah dengan satuan tempur angkatan udara dengan pesawatnya yang legendaris bernama Zero.


Pasukan besar ini siap “melumat” kota Tarakan dibawah perintah Admiral Takeo Kurita yang memerintahkan satuan Khusus Angkatan Laut Jepang mengambil alih Pulau Tarakan, sesuai rencana gurita tengah (Central Octopus). Unit tempur ini bergerak dari dua arah di utara melalui Kepulauan Filipina dan satuan dari Kepulauan Palau di utara Papua di bawah komando Mayor Jenderal Shizuo Sakaguchi.

Tak sudi tarakan jatuh begitu saja ketangan Jepang, Letkol. S. de Wall, komandan tertinggi pertahanan kota Tarakan langsung mengambil keputusan untuk melakukan menghancurkan semua fasilitas perminyakan beserta seluruh ladang-ladang minyak di pulau Tarakan, seluruh ladang minyak, tangki penyimpanan raksasa, jaringan pipa di Juata, Gunung Tjangkoel, berikut pompa dan dan gudang penyimpanan material di bakar Belanda. Suasana saat itu benar mengerikan, seolah-olah seluruh pulau Tarakan terbakar, dari laut pasukan pendarat Jepang melihat seluruh daratan Tarakan seperti neraka. Inilah kehancuran pertama kota Tarakan, semenjak tanggal 11 Januari 1942 kota ini berganti penguasa.

Namun Jepang rupanya tak lama menikmati hasil bumi di Tarakan, pada tahun 1944 Angkatan udara sekutu mulai melakukan pengeboman terhadap pangkalan-pangkalan Angkatan perang Jepang termasuk di Tarakan. Salah satu operasi pengeboman di Tarakan terjadi pada Tanggal 18 November 1944. Gelombang serbuan pesawat P-38 Light dan Bomber B-25 Mitchell berhasil membumihanguskan instalasi minyak Tarakan. Satuan pengebom ini terbang di kawal pesawat tempur P-47 Thunderbolt. Serangan pasukan sekutu itu hanya di balas dengan tembakan anti serangan udara. Dalam serbuan itu pihak Amerika kehilangan sedikitnya satu pesawat tempur yang di tembak jatuh oleh Jepang. Di daratan Tarakan, pengeboman sekutu membakar instalasi minyak selama 24 jam selama empat hari. Serangan besar-besaran yang melibatkan ratusan Bomber kelas berat yang dikawal pasukan tempur, di sebut dengan istilah "carpet bombing" atau pengeboman bumi hangus rata dengan tanah. Strategi ini merupakan gagasan dari PM Inggris Winston Churchill, "Round the clock bombing" atau pengeboman sepanjang hari yang ternyata berhasil melumpuhkan kekuatan industri militer Jerman dan Italia di perang Eropa.


Menurut penuturan sumber lokal Sakim bin Marzuki, mantan pasukan KNIL (Koninkluk Nederlandsch Indisch Leger), ia mengatakan pasukan sekutu mengerahkan pesawat tempur berjumlah kurang lebih 360 buah, tiap pesawat memiliki baling-balik empat buah, dan setiap kali menyerang pesawat-pesawat tersebut menjatuhkan masing-masing 10 buah bom. Sayangnya kita tidak tahu pasti jenis Bomber apa yang dimaksud oleh sumber lokal tersebut, sebab empat buah baling-baling bukanlah ciri dari B-25 Mitchell, bisa jadi Bomber yang dimaksud adalah B-17G Flaying Fotres atau B-24 Liberator, karena memang kedua Bomber inilah yang memiliki baling-baling empat buah, terlepas dari hal itu strategi carpet bombing sendiri yang diterapkan di Tarakan disebut-sebut terjadi tidak kurang selama enam bulan.

Tapi kalau boleh jujur, serangan besar-besaran di Tarakan pada waktu itu lebih banyak mengenai fasilitas sipil dari pada militer ini, di sebabkan kemampuan Jepang yang berhasil menyembunyikan senjata mereka yang hanya akan digunakan pada pada saat terakhir. Gua, terowongan, bunker, dan jaringan perkubuan dibangun dengan sangat rapi. Kombinasi material pabrik seperti seng dan baja yang dipadu dengan batang kelapa, batu karang dari perairan sekitar dan dedaunan berhasil menghasilkan samaran yang sempurna yang tahan terhadap gempuran bom maupun arteleri laut sekutu. Senjata-senjata berat yang selamat dari gempuran sekutu inilah yang di gunakan Jepang untuk menghambat gerak pasukan sekutu, walaupun begitu tidak ada yang menyangkal bahwa pengeboman itu telah membuat Jepang mundur ke pedalaman. Keadaan ini membuat pendaratan pasukan Australia berjalan lancar tanpa adanya korban jiwa, namun petempuran sesungguhnya terjadi saat pasukan Australia bertempur habis-habisan di dalam kota dan pedalaman tarakan, itu tak lain karena jepang memang jempolan menerapkan strategi bertahan, mereka mambuat kubu-kubu pertahanan yang kuat di dalam tanah dan perbukitan, sehingga sekutu terpaksa menggunakan Tank yang dilengkapai alat penyembur api. kemampuan tentara Jepang bertahan memang mengagumkan setidaknya sebelum mereka benar-benar hancur oleh serbuan tentara raksasa itu.

menurut catatan korban keseluruhannya di pihak Jepang atas operasi pengeboman di seluruh kalimantan, terutama di wilayah Tarakan, Pulau Labuan, Balikpapan dan teluk Brunei sangat besar, jumlahnya sekitar 5.700 orang prajurit, atau sekitar 10 kali lipat jumlah korban dari pihak pasukan Australia, jika di “zoom in” khusus di Tarakan menurut informasi tentara Australia yang tewas sebanyak 251 orang.


Disinilah kita bisa melihat pragmen pertempuran paling berdarah yang pernah terjadi dikawasan utara kalimantan ini dalam kurun waktu sejarah modern.

Sumber:
MDJ Mahazan, Akbarsyah. 2003. ”Kerajaan Tarakan Suatu Kenangan”, Tarakan: Pemerintah Kota Tarakan Jl. Kalimantan No. 1 Tarakan Kalimantan Timur.

Santoso, Iwan. 2004. Tarakan “Pearl Harbor” Indonesia (1942-1945). PT Gramedia Pustaka Jakarta

Tropenmuseum Wikipedia.

Kamis, 15 Juli 2010

Hikayat Kapal Boelongan Nederland


Kalau kawan berkunjung ke Museum Kesultanan Bulungan, kawan akan menemui sebuah foto tua, sebuah foto kapal bernama m.s. "Boelongan"(1915),1053 Br.Reg. Ton. Penulis sendiri sempat mengira bahwa kapal itulah yang bernama “Warmound”, sebuah kapal legendaris milik Kesultanan Bulungan dimasa lampau. Tentang Warmound penulis sudah mengulasnya pada artikel sebelumnya.

Berbeda dengan “saudaranya” Warmound yang legendaris itu, hikayat kapal Boelongan Nederland justru tidak banyak diketahui, padahal dalam beberapa koleksi Tropen Museum, foto kapal Boelongan Nederland justru lebih banyak dari pada Warmound, hal ini tidak lain karena kapal tersebut memang digunakan oleh pejabat kolonial jika berkunjung ke istana Kesultanan Bulungan, Darul Aman. Bahkan dalam sebuah foto, terlihat kapal Boelongan Nederland tampak anggun dengan posisi berlatar belakangkan sungai kayan dengan dikelilingi perahu-perahu panjang yang nampak saat itu dilaksanakan lomba perahu atau dalam bahasa Bulungannya, “Rumba Biduk”. Jika nama Warmound digunakan oleh perancangnya H.S de Vries, diambil dari nama sebuah kota di Belanda, maka Boeloengan Nederland diambil dari nama Bulungan, sebuah Kesultanan di ujung utara pantai timur Kalimantan.

Hikayat “kedua bersaudara” ini memang berbeda nasibnya. Jika Warmound adalah kapal Pesiar, maka Kapal Boelongan Nederland justru dirancang sebagai kapal Kargo.

Kapal Boelongan Nederland dirancang oleh Gebroeders Pot N. V., Bolnes, dari perusahaan perkapalan Belanda; Koninklijke Paketvaart Mij. Kpm, Rotterdam. Kapal Boeloengan Nederland dirancang pada tahun 1915 dengan tujuan sebagai kapal transportasi. Kapal ini memiliki ukuran yang lumayan besar, beratnya saja 1053 ton, dengan dimensi atau ukuran 72,6 x 11,63 x 3,7 m. Nyawa dari kapal ini adalah tenaga pendorong dari mesin 6cyl Werkspoor diesel engine, kekuatan daya jelajahnya 750 b.h.p. dengan kecepatan 8.25 knots.


Kapal Boelongan Nederland sebelum masa kedatangan Jepang sering terlihat di Bulungan sebagai kapal transportasi pejabat kolonial waktu itu, namun masuk dekade 1940-an, kapal ini diketahui berada diluar Kalimantan.

Salah satu peristiwa penting yang dikait-kaitkan dengan kapal Boelongan Nederland adalah peristiwa tenggelamnya kapal yaitu KPM “VAN IMHOFF”, yang isinya adalah kebanyak para tawanan yang terdiri dari orang-orang Jerman. KPM “VAN IMHOFF” adalah kapal ketiga yang berangkat dari kota Sibolga, Sumatra. Pada tanggal 18 januari 1942, kapal dengan berat 3000 ton itu berlayar menuju india, kebanyakan para awaknya adalah orang Jerman yang ditahan oleh Belanda.

Penahanan mereka sendiri tidak lain karena 10 Mei 1940 prajurit Jerman menginvasi Belanda dan pada hari yang sama Pemerintah Kolonial Belanda di Indonesia membalasnya dengan menahan sebanyak 2.436 orang Jerman untuk ditahan. Kebanyakan dari mereka adalah anggota administrasi kolonial bersama dengan keluarga mereka, ahli budaya, insinyur, dokter, ahli ilmu pegetahuan, ahli minyak bumi. Dan juga diplomat, banyak misionaris, penjual, pelaut, beberapa seniman seperti penemu sekolah lukis Bali yang terkenal, Walter Spies, ada diantaranya. Kamp pengasingan terbesar berada di Sumatera Utara.

Kapal yang berangkat tersebut, kapten kapalnya bernama Bongvani, dengan jumlah tawanan 477 orang Jerman dikawal dengan ketat sebanyak 62 orang tentara bersenjata dan para kru kapal yang yang berjumlah 48 orang. Anehnya sebagai kapal tawanan, kapal ini tidak melengkapi dirinya dengan simbol palang merah, seolah-olah memang diumpan untuk dihancurkan tentara Jepang -tak lain adalah sekutu Jerman sendiri- yang tengah bergerak ke Asia Tenggara. Dan betul saja keesokan harinya kapal itu dibombardir dari udara oleh Jepang, dari tiga bom yang dilepaskan, satu mengenai kapal “VAN IMHOFF”, para tentara Belanda justru kemudian menarik sekoci dan meninggalkan tawanan Jerman yang dihantam sekutunya sendiri itu, sebelumnya orang Belanda telah merghancurkan pompa air dan jaringan komunikasi kapal tersebut, ada juga yang sengaja mematahkan dayung dari sisa sekoci yang mereka tinggalkan.

Akibatnya tidak sedikit dari tawanan tewas, yang selamat berusaha berenang dan menaiki sisa sekoci yang ditinggalkan tentara Belanda dan kru kapal “VAN IMHOFF”, nasibnya juga mengenaskan karena tidak sedikit dari mereka yang “disikat” ikan hiu, ada juga dari mereka yang memilih bunuh diri. Keesokan harinya tanggal 20 Januari 1942, sebuah kapal bernama “BOELONGAN”. yang tak lain adalah kapal Boelongan Nederland mendekati puing-puing kapal “VAN IMHOFF” yang tenggelam itu, beberapa tawanan yang selamat mencoba menaiki kapal tersebut, namun malang nasib mereka, orang Belanda diatas kapal justru meninggalkan mereka begitu tahu para tawanan itu orang Jerman, bahkan ada beberapa orang sempat menaiki kapal kemudian dilempar kembali ke lautan. Tidak banyak dari mereka yang selamat selain beberapa puluh orang saja yang sampai kepulau Nias.


Inilah yang kemudian menjadi awal petaka bagi kapal Boelongan Nederland, sekutu Jerman, yaitu tentara Jepang ternyata membalas perbuatan orang Belanda tempo hari itu, tak banyak bicara begitu mereka menemui Kapal Boeloengan Nederland di sekitar perairan Padang, tentara Jepang langsung membombardir kapal tersebut. Tentu saja bagi Jepang terbayarlah sudah dendam kesumat sekutu mereka orang-orang Jerman yang lunas nafasnya dikapal “VAN IMHOFF” yang jaraknya cuma beberapa hari dari kejadian itu. Maka habislah pula riwayat kapal Boelongan Nederland yang megah sekaligus lambang supremasi kolonial Belanda di Bulungan itu tepat pada tanggal 28 Januari 1942 didekat perairan Padang.

Sumber:
http://www.bogor.indo.net.id/indonesia.tuguperingatanjerman
http://www.arendnet.com/ MV Boelongan (+1942)
www.wrecksite.eu

Foto:
Museum Kesultanan Bulungan.
Tropenmuseum Wikipedia.

Kamis, 01 Juli 2010

AKSI PENYUSUPAN INTELEJAN REPUBLIK INDONESIA DI BULUNGAN


Tidak banyak yang mengetahui bahwa pada bulan oktober 1947, terjadi peristiwa penting yang turut pula mewarnai sejarah Kesultanan Bulungan, yaitu aksi yang sangat berani yang dilakukan oleh Tentara Republik Indonesia menembus blocakade pemerintah Colonial Belanda dan menyusupkan intelejennya bahkan hingga masuk ke jantung Kesultanan Bulungan, Tanjung Selor.

Kondisi politik di Kalimantan yang tidak jelas akibat minimnya informasi yang diperoleh akhirnya membuat Republik Indonesia segera berekasi untuk melakukan aksi spionase berupa penyusupan atau infiltrasi tentara melalui operasi terjun payung ke pedalaman dan operasi menembus blokade Belanda di Kalimantan timur bagian utara, penggagas utama dari operasi penerjunan payung pertama R.I. kepedalaman Kalimantan ini adalah Ir. P.M. Noor, Gubernur pertama kalimantan.


Beliau menulis surat kepada Kepala Staff Angkatan Udara (KASAU) Republik Indonesia Suryadharma, berupa permohonan menindak lanjuti rencana yang sudah di bicarakan pada saat keduanya secara tidak sengaja berada dalam satu kereta api yang sama untuk menuju ke Jakarta pada saat itu. Isi surat yang di kirim oleh Ir. P.M. Noor kepada Suryadharma sebagai berikut:

“…Untuk usaha-usaha merebut Kalimantan menjadi daerah Republik Indonesia, maka disamping usaha-usaha lain yang kini di jalankan, maka dipandang perlu memulai pasukan payung, mengirim pemuda-pemuda yang berasal kalimantan ke kalimantan”.


Dalam waktu singkat Gubernur Kalimantan menerima jawaban dari Kepala Staff Angkatan Udara Republik Indonesia Suryadharma. Akhirnya diambil keputusan untuk sesegera mungkin membentuk suatu Staff Khusus untuk pasukan Payung Republik Indonesia yang taktis di bawah Komando Panglima Angkatan Udara, peralatan disediakan olah Angkatan Darat dan Gubernur Kalimantan. Sebagai catatan, sebelum menjabat sebagai KASAU, pada masa mudanya, Suryadaharma pernah ditugaskan dalam sebuah Operasi Militer di Borneo Timur waktu itu beliau masih menjabat sebagai perwira pengamat (observer) diatas pesawat yang dipiloti J. H. Lukkien pada saat Tarakan diduduki tentara Jepang Tahun 1942, itulah nampaknya membuat Suryadharma cukup mengenal Borneo Timur sehingga operasi penerjunan pasukan payung di belantara Kalimantan Tengah dan penyusupan pasukan keperbatasan Kalimantan Timur Bagian utara dapat dilaksanakan.

Akhirnya ditunjuklah sebagai pelatih Opsir Udara I Sudjono dan dibantu beberapa rekannya antara lain Mayor Udara Siswadi dan Kopral Udara Mat Yasir. peserta yang ikut dalam persiapan penerjunan ini berjumlah 72 orang, 60 orang berasal dari seluruh Kalimantan dan sisanya 12 orang berasal dari Jawa, Madura dan Sulawesi. Semuanya berasal dari kesatuan MN (MUHAMMAD NOOR)1001.


Pada hari Sabtu tanggal 18 Oktober 1947, sebuah pesawat Dakota C-47 Skytrain RI-002 yang memuat rombongan pejuang Republik Indonesia melakukan misi menembus Blokade Belanda dan memasuki Kalimantan Timur bagian Utara. Pesawat ini berangkat dari Lapangan Udara Meguwo (sekarang Adisucipto) Jogjakarta dan dikemudikan oleh seorang Kapten pilot berkebangsaan Amerika yang menaruh simpati pada perjuangan bangsa indonesia pada saat itu, pilot tersebut bernama Robert Bob Earl Freeberg, sedang yang bertindak sebagai Co pilotnya adalah Opsir Muda Udara III Makmur Suhondo, sebagai mantan penerbang pesawat pengebom privateer-Versi AL-AS B 24 Liberator pada perang dunia ke-II, bukan hal yang sulit bagi Bob untuk menembus blokade Belanda, bahkan sehari sebelumnya tanggal 17 Oktober 1947, Bob juga berhasil menerjunkan pasukan pertama Republik Indonesia ke pedalaman Kalimantan Tengah.

Pada pukul 07.30 pesawatpun tiba di Labuan, British North Borneo (Kalimantan Utara wilayah Kekuasan Inggris) untuk refuelling (pengisian bahan bakar), setelah itu pesawat melanjutkan penerbangan ke Manila dan mendarat di Bandar Udara Makati Rizal, Manila pada pukul 14.30 waktu setempat. Karena pada waktu itu Indonesia dan Filipina belum memiliki hubungan diplomatik, dan rombongan juga tidak memiliki Entry Visa, maka mereka akhirnya di tahan di immigration Camp Grace Park, Rizal Extention, Manila selama 4 hari 3 malam. Setelah pengurusan visa dianggap selesai, rombonganpun akhirnya meninggalkan immigration Camp Grace Park dan kemudian menempati rumah yang telah disiapkan oleh Moeharto dalam perjalanan yang pertama ke Manila di 3, Cuneta Rizal City, Pasay, Manila dan di 1499 F.B. Harrison Street.


Secara keseluruhan rombongan ini berjumlah 12 orang yang di pimpin oleh Moeharto dengan anggota Soeharnoko Harbani, Soenaryo, Bambang Saptoadji, Boedihardjo, Moelyono, Soetardjo Sigit, Brenthel Soesilo, Marjunani, Soedarsono, Dhomber, Moelyono Adikusuma, Ir. Dalam operasi ini, Dhomber yang merupakan putra asli kalimantan dari kesatuan M.N. 1001 yang pada saat itu dibawah komando Mayor Tjilik Riwut, di tugaskan secara khusus memandu rombongan untuk memasuki wilayah Kalimantan Timur yang di kuasai oleh NICA dan membangun jaringan mata-mata sekaligus mengorganisasikan gerakan gerilyawan di kalimantan. Khususnya di Kalimantan Timur, wilayah kesultanan Bulungan yang berbatasan langsung dengan Sabah (British North Borneo) dan dengan Filipina selatan, sekitar Kepulauan Sulu dan Mindanao memang sangat strategis, terbukti kawasan ini pernah digunakan oleh Sekutu untuk membangun jaringan mata-mata sebagai persiapan untuk merebut pulau Tarakan dari tentara Jepang sekitar tahun 1943 yaitu dalam Operasi Pyiton dan Operasi Squirrel pada bulan April tahun 1944.

Setelah seluruh persiapan dianggap beres, maka dengan menumpang kapal milik perusahaan De La Rama Shipping Company, MV Northen hawker, Dhomber bersama Moelyono Adikusuma berlayar menuju Kalimantan Timur yang pada saat itu diduduki oleh NICA termasuk didalamnya Kesultanan Bulungan. Route perjalanan yang dilalui, dari Manila menuju Cebu City terus menuju Bais Dumaguete (Negros Occ) dilanjutkan ke Zamboanga lalu menuju Cotabato dan dilanjutkan ke Jolo.

Dari Jolo City dengan menyewa perahu pelayaran dilanjutkan menuju Pulau Tawi-Tawi, terus ke Ungus Matata, Tandubas Island, dengan melewati Bonggao, Tambisan, Samporna, Lahad Dato, terus menuju Tarakan lalu ke Tanjung Selor (Bulungan). Tanggal 30 Nopember 1947, rombongan tiba di Tanjung Selor-Bulungan. Pada saat itu sedang diadakan perayaan Birau yang dilaksanakan oleh sultan Bulungan yang ke-10, Sultan Djalaluddin.

Rupanya nasib mereka sedang mujur, karena kesibukan menyambut perayaan, maka kedatangan mereka tidak mendapat perhatian dinas intel NICA. Dalam berkomonikasi Dhomber selalu menggunakan bahasa Solog (Sulu) dan berpura-pura tidak bisa menguasai bahasa Melayu, selain itu Dhomber juga merubah namanya Jose Sabtall bin Moehamad Djamil. Siasat ini ternyata berhasil mengelabui dinas Intelejen NICA, hal itu terbukti pada saat mereka mengurus surat jalan untuk melanjutkan perjalanan menuju Derawan, polisi NICA tanpa curiga memberikanya. Setatus sebagai orang Filipina menyebabkan mereka dengan leluasa membuka jaringan pos penghubung di Tawao, dan berhasil mengadakan kontak dengan para pejuang Indonesia yang berada di Filipina, Labuan, Singapura, Nunukan, Tarakan, Balikpapan. Sekaligus merintis kontak dengan para pejuang dikalimantan Selatan dan Dayak Besar. Selain itu mereka juga mengumpulkan data-data yang dianggap penting diantaranya tentang kesiap siagaan tentara KNIL, pemerintah daerah NICA, serta instansi NICA lainnya, termasuk situasi Politik, Sosial, dan Budaya.

Aktivitas Intelejen pejuang Indonesia di Kalimantan Timur, Khususnya di wilayah Kesultanan Bulungan dalam Operasi Aksi Kalimantan pada tahun 1947 ini, terekam dalam surat yang di Tulis oleh Dhomber kepada S. Iduary yang di tujukan kepada kepada Komandan Pasukan M.N. 1001 Mobiele Brigade Markas Besar Tentara di Jogjakarta. Isi suratnya merupakan laporan hasil perjalanannya dari tanggal 18 Oktober 1947 hingga tanggal 15 Nopember 1947. selain itu itu surat ini juga memuat beberapa usulan-usuan. untuk lebih jelasnya di sini ada beberapa kutipan dari surat / laporan tersebut:

Rizal City, Nov 18th, 1947.

Kepada
Jth. PT. Majoor Tjilik Riwoet
Komandan Pas MN 1001 Mobiele
Brigade markas Besar Tentara.

Merdeka,

Bersama ini saya laporkan hasil perjalanan saya …

3. Oleh karena dalam bulan-bulan yang akan datang ini saya sudah berada di kepulauan Tawi-Tawi, Bulungan, Tarakan dan mungkin pula sampai ke Balikpapan dan Samarinda maka dengan sendirinya saya memerlukan tenaga-tenaga perang yang dapat dipercaya dan secita-cita dengan kita. Berdasarkan hal-hal yang tersebut diatas, maka saya usulkan kepada P.T. supaya sedapat mungkin mengirimkan anak-anak kita ke daerah-daerah Bulungan, Tarakan, Nunukan, Tanjung Redeb, Tanjung Selor, … (tidak terbaca, ns).

Di perbatasan Borneo antara inggris dan Borneo … (tidak terbaca, ns) Bilamana mungkin pula menyampaikan kepada pasukan Iskandar tentang kedudukan saya dan sebaliknya bila ada … (tidak terbaca, ns) untuk menyampaikan kepada saya kedudukan pas iskandar.

… 6. Oleh karena belum memiliki satu rencana yang pasti dalam soal Ekonomi ini, maka sekiranya P.T. mengirim anak-anak seperti usul saya dalam pasal 3 hendaklah mempunyai bekal yang agak mencukupi terutama bahan-bahan makanan. Tetapi kelak setelah saya berada sendiri di lingkungan daerah-daaerah di Borneo Timur saya bermaksud membentuk suatu formasi perdangan dan perhubungan untuk melebarkan gerakan-gerakan ke seluruh Borneo. Maka perlu sekali P.T. memerintahkan kepada kepada seluruh markas-markas daerah supaya kalau dapat mengadakan hubungan dengan saya. Sebaliknya apabila saya bisa mengusahakan perlengkapan untuk mereka karena sebenarnya soal alat-alat disini tidaklah sukar bilamana kita mempunyai wang untuk membelinya.

7. soalnya sekarang bagaimana kita bisa mendapatkan alat-alat itu sebelum kita mempunyai bisa mempunyai wang agar dengan alat-alat itu kita bisa mempunyai kekuatan dan membangkitkan kepercayaan rakyat kepada kita. Oleh sebab itu apabila P.T. dapat memerintahkan kepada pas Iskandar untuk sebagian memindahkan gerakannya ke Hulu Mahakam dan ke Long Nawang agar di sana dapat bersatu atau bertemu dengan pas saya. Perhubungan saya dengan jawa mungkin menjadi sukar dan jalan satu-satunya yang baik ialah Selat Makasar dan Laut Jawa.

8. Laporan selesai.

Dibuat di: Rizal City, Nov 15th 1947
Jam: 2.40
Ttd.
(Dhomber S Iduary).

Keberhasilan operasi militer pertama pasukan payung AURI dalam penerjunan ke pedalaman kalimantan tanggal 17 Oktober 1947 dan keberhasilan rombongan pejuang Republik Indonesia menembus blokade Belanda hingga akhirnya mendarat di Manila Filipina tanggal 18 Oktober 1947, telah membuka mata dunia bahwa Kalimantan adalah salah satu bagian dari Republik Indonesia yang tidak dapat terpisahkan. Berita tersebut begitu mengejutkan dan telah menjadi topik utama pemberitaan di beberapa surat kabar di negeri Belanda pada saat itu.

Sumber: Lihat Dra Nila Suseno, Tjilik Riwut berkisah Aksi Kalimantan dalam Tugas Operasional Militer Pertama Pasukan Payung Angkatan Udara Republik Indonesia (Palangka Raya: Pusaka Lima, Oktober 2003).